Nama Anggota :
Abella Chyntia
Annisa Herliana
Jeshi Audina K
Kelas 3PA16
Kekuasaan
dan Leadership
Definisi
Kekuasaan
Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi
orang, merubah orang, atau situasi dan kekuasaan dapat berkonotasi postitif
maupun negatif.
Sumber-Sumber
Kekuasaan
Sumber-sumber kekuasaan menurut French dan Raven, ada
lima bentuk kekuasaan yang dirasakan, mungkin dimiliki oleh seorang pemimpin,
yaitu:
1.
Kekuasaan
Ganjaran
Suatu
kekuasaan yang didasarkan atas harapan, pujian, penghargaan atau pendapatan
bagi terpenuhinya permiantaan seseorang pemimpin terhadap bawahannya.
2.
Kekuasaan
Paksaan
Suatu
kekuasaan yang didasarkan atas rasa takut, seorang bawahan bahwa jika ia gagal
atas permintaan pemimpinnya dapat menyebabkan dijatuhkannya hukuman.
3.
Kekuasaan
Legal
Suatu
kekuasaan yang diperoleh secara sah karena posisi seseorang dalam kelompok.
4.
Kekuasaan
Keahlian
Suatu
kekuasaan yang didasarkan atas keterampilan khusus, keahlian, atau pengetahuan
yang dimiliki pemimpin dimana bawahannya menganggap bahwa pemimpin itu
mempunyai keahlian yang melebihi keahian mereka sendiri.
5.
Kekuasaan
Acuan
Suatu
kekuasaan yang diasarkan atas daya tarik seseorang, seorang pemimpin
dikagumi oleh pra pengikutnya karena memiliki suatu ciri khas, bentuk kekuasaan
ini secara populer dinamakan kharisma.
Definisi
Leadership
Leadership adalah
proses mempengaruhi atau memberi contoh yang dilakukan oleh pemimpin kepada
pengikutnya atau anggotanya yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi.
Teori-Teori
Kepemimpinan Partisipatif
a.
Teori
X dan Teori Y
Teori
X dan Y ini dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana para pemimpin organisasi
perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai.
-
Teori X : diasumsikan bahwa karyawan
tidak suka bekerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa dan
diarahkan untuk berprestasi. Contohnya adalah pekerja bangunan.
Keuntungan
teori X adalah karyawan bekerja untuk memaksimalkan
kebutuhan pribadi. Kelemahan teori X
adalah karyawan malas, tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin.
-
Teori Y diasumsikan bahwa karyawan
menyukai kerja, bertanggung jawab, mampu membuat keputusan, mengarahkan diri
sendiri dan mampu mengendalikan diri. Contohnya adalah manajer yang
berorientasi pada kinerja.
Keuntungan
teori Y adalah pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan
diri, tanggung jawab, inisiatif tinggi, dan pekerja akan lebih memotivasi diri
dari pekerjaan. Kelemahan teori Y
adalah apresiasi diri akan terhambat karna pekerja tidak selalu menuntut kepada
perusahaan.
b.
Teori
sistem 4 dari Rensis Linkert
Asumsi
dasarnya adalah, bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjaannya
dengan baik, maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen
berlangsung dalam empat sistem, yaitu:
1. Sistem pertama ( exploitive authoritative )
Pemimpin menentukan dan memerintahkan semua hal,
standard, metode, dan hasil kerja ditentukan pimpinan dan kegagalan mencapai
tujuanyang ditetapkan oleh pimpinan, diancam dengan hukuman.
2. Sistem kedua ( benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati )
Pimpinan maish tetap sumber keputusan dan perintah,
tetapi bawahan diperbolehkan memberikan komentar dan bawahan memperoleh
sejumlah kebebasan untuk menyelesaikan tugas dalam batas-batas yang telah
ditentukan.
3. Sistem ketiga ( manajer konsultatif )
Pimpinan mengambil keputusan dan mengeluarkan
perintah setelah didiskusikannya dengan bawahan dan pimpinan dapat memutuskan
bagaimana melaksanakan tugas mereka.
4. Sistem keempat ( partisipative group/kelompok partisipatif )
Tujuan dan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan
tugas ditentukan secara bersama-sama dalam kelompok.
c.
Theory
of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum & Schmidt
Model Leadership
Continuum
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari
Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan
Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui
beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut
dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim
lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya
dinilai bersifat negatif, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya
pengaruh pimpinan.
Perilaku
demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang
yang berawal dari bawahan.
Menurut
teori continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
§ Pemimpin
membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
§ Pemimpin
menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
§ Pemimpin
menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
§ Pemimpin
memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
§ Pemimpin
memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
§ Pemimpin
menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
§ Pemimpin
mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
Konsep
Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Salah satu
tugas utama dari
seorang pemimpin adalah
membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para
pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan mereka,
maka jelas bahwa
komponen utama dari
efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang
sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya.
Pemimpin
yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektifdalam jangka panjang
dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan denganbaik.
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan
keputusandapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan
produktivitas. Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a. AI
(Autocratic)
Pemimpin memecahkan
masalah atau membuat
keputusan secara unilateral,
menggunakan informasi yang ada.
b. AII
(Autocratic)
Pemimpin memperoleh
informasi yang dibutuhkan
dari bawahan namun
setelah membuat keputusan
unilateral.
c. CI
(Consultative)
Pemimpin
membagi permasalahan dengan bawahannya
secara perorangan, namun setelah itu membuat
keputusan secara unilateral.
d. CII
(Consultative)
Pemimpin
membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah
itu membuat keputusan secara unilateral.
e. GII
(Group Decision) Pemimpin membagi permasalahan
dengan bawahannya secara berkelompok dalam
rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih
alternatif-alternatif
pengambilan keputusan tersebut
para pemimpin perluterlebih dahulu membuat pertanyaan
kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilankeputusan yang tinggi
diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang
berkualitas tersebut, apakah
permasalahannya telah terstruktur
dengan baik.
Dalam kaitannya
dengan penerimaan keputusan,
pemimpin harus bertanya,
apakah sangatpenting untuk
efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para
bawahanmenerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah
ini.
a. Normative Theory:
Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).
b. Leader Information Rule:
Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasiatau ahli
untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
c. Goal Congruence Rule:
Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan
yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
d. Unstructured Problem Rule: Jika
kualitas keputusan penting
untuk anda kekurangan
cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi
gaya kepemimpinan autocratic.
e. Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial
untuk implementasi efektif,eliminasi
gaya autocratic.
f. Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif,
danmereka memegang opini konflik
di luar makna pencapaian beberapa
sasaran, eliminasi gayaautocratic.
g. Fairness Rule: Jika
kualitas keputusan tidak
penting, namun pencapaiannya
penting, maka gunakan gaya yang
paling partisipatif.
h. Acceptance Priority Rule:
Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasildari keputusan
autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi,
gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model ini membantu pemimpin dalam
menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagaisituasi. Tidak ada satu gaya
yang dapat dipakai pada segala situasi.
Fokus utama harus padamasalah yang akan dihadapi dan situasi di mana
masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yangdigunakan pada satu situasi tidak
boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal
yang harus diperhatikan:
1) Beberapa
proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah.
2) Spesifikasi kriteria
untuk menilai keefektifan
keputusan yang termasuk
dalam keefektifankeputusan antara
lain: kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3) Kerangka
untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
4) Variabel
diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan.
Teori
kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler
Para
pemimpin mencoba melakukan
pengaruhnya kepada anggota
kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya
hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak adasatu gaya atau pendekatan
kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Penerimaan kenyataan dasarini melandasi
teori tentang efektifitas
pemimpin yang dikembangkan
oleh Fiedler, yang menerangkan
teorinya sebagai Contingency Approach.
Asumsi
dasar adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang
telah membuatnya berhasil, penekanan
pada efektifitas dari suatu kelompok,
efektivita sesuatu organisasi tegantung pada (is contingent upon), dua variable
yang saling berinteraksi yaitu:
1) sistem
motivasi dari pemimpin,
2) tingkat
atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.
Model kepemimpinan
kontingensi Fiedler (1964,
1967) menjelaskan bagaimana
situasi menengahi hubungan antara
efektivitas kepemimpinan dengan
ukuran ciri yang disebut
nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai (Yukl, 2005:251). Fiedler
menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi
lebih efektif dalam situasi kontrol
rendah dan moderat dan hubungan manajer
berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat.
Model kepemimpinan
Fiedler (1967) disebut
sebagai model kontingensi
karena model tersebut beranggapan
bahwa kontribusi pemimpin
terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara
atau gaya kepemimpinan
(leadership style) dan
kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang
dihadapinya.
Menurut
Fiedler, ada tiga faktor utama yangmempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi
keefektifanpemimpin. Ketiga faktor
tersebut adalah hubungan
antara pemimpin dan
bawahan (leader-member
relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position
power). System kepemimpinan dibagi menjadi 3 dimensi:
1.
Hubungan
pemimpin-pengikut
Pemimpin
akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang
baik dengan anggota-anggotanya, artinya
kalau ia disenangi,
dihormati dandipercaya.
2.
Struktur
tugas
Bahwa penugasan
yang terstruktur baik,
jelas, eksplisit, terprogram,
akan memungkinkan pemimpin lebih
berpengaruh dari pada
kalau penugasaan itu
kabur, tidak jelas
dan tidak terstruktur.
3.
Posisi
kekuasaan
Pemimpin akan
mempunyai kekuasaan dan
pengaruh lebih banyak
apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi
hukuman, mengangkat dan
memecat, dari padakalau ia memiliki kedudukan seperti itu.
Teori
Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory
Teori
path-goal dalam Kepemimpinan Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling
diyakiniadalah teori pathgoal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen
dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan
consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar
dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya
dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya
yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau
organisasi secara keseluruhan. Istilah pathgoal ini datang dari keyakinan bahwa
pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai
ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang
lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut
teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada
tingkatanyang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau
masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1)
membuat bawahan merasa butuhkepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan
(2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk
pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin.
Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative
leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler
tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat
fleksibel.
Teori
path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa
atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).Model
kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam
berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh
motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya.
Model
path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan
melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan
sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy
Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh
hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal
attractiveness).
Individu
akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat
antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai
dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling
efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil
yang bernilai tinggi
Oleh
karenanya, Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua
fungsi dasar:
1. Fungsi
Pertama adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu
membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam
menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi
Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi
dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka. Untuk membentuk
fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan.
Empat
perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut
(Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1) Kepemimpinan
pengarah (directive leadership)
Pemimpinan
memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan.
2) Kepemimpinan
pendukung (supportive leadership)
Pemimpin
bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga
memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka,
status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.
Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap
kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3) Kepemimpinan
partisipatif (participative leadership)
Pemimpin
partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide
mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat
meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4) Kepemimpinan
berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya
kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari
pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. Dengan
menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan memperhitungkan
faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha
untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan
motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan
tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang
efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang
diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic
of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
A. Karakteristik
Bawahan Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa
perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat
perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan
atau sebagaisuatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan.
Karakteristik
bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a. Letak
Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu
sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali
internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada
usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak
kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang merekaperoleh dikendalikan oleh
kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih
menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya
lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive
b. Kesediaan
untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism) Kesediaan orang untuk menerima
pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi
cenderung merespon gaya kepemimpinan
yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung
memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan
(Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi
apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi
(achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus
dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive
yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai
kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented,
sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
B. Karakteristik
Lingkungan Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku
pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a. Perilaku
tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b. Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja. Karakteristik lingkungan terdiri dari
tiga hal, yaitu:
1. Struktur
Tugas Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2. Wewenang
Formal Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan
partisipasi bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi.
3. Kelompok
Kerja Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan
kepemimpinan supportif.
Sumber:
Kartini
Kartono. (1998). Pemimpin dan
Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo
Persada
Djamaludin Ancok. Hubungan
Kepemimpinan Transformasional dan
Transaksional dengan Motivasi
Bawahan di Militer. Journal of Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume
32. No. 2. Hal: 112-127.
No comments:
Post a Comment