CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »
Thanks for visit. Don't forget to come back :)
Don't walk behind me: I may not lead. Don't walk in front of me: I may not follow. Just walk beside me and be my friend.

Sunday, November 8, 2015

PSIKOLOGI MANAJEMEN

Nama Anggota :
Abella Chyntia
Annisa Herliana
Jeshi Audina K

Kelas 3PA16


Kekuasaan dan Leadership
Definisi Kekuasaan
            Kekuasaan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang, merubah orang, atau situasi dan kekuasaan dapat berkonotasi postitif maupun negatif.
Sumber-Sumber Kekuasaan
            Sumber-sumber kekuasaan menurut French dan Raven, ada lima bentuk kekuasaan yang dirasakan, mungkin dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu:
1.      Kekuasaan Ganjaran
Suatu kekuasaan yang didasarkan atas harapan, pujian, penghargaan atau pendapatan bagi terpenuhinya permiantaan seseorang pemimpin terhadap bawahannya.
2.      Kekuasaan Paksaan
Suatu kekuasaan yang didasarkan atas rasa takut, seorang bawahan bahwa jika ia gagal atas permintaan pemimpinnya dapat menyebabkan dijatuhkannya hukuman.
3.      Kekuasaan Legal
Suatu kekuasaan yang diperoleh secara sah karena posisi seseorang dalam kelompok.
4.      Kekuasaan Keahlian
Suatu kekuasaan yang didasarkan atas keterampilan khusus, keahlian, atau pengetahuan yang dimiliki pemimpin dimana bawahannya menganggap bahwa pemimpin itu mempunyai keahlian yang melebihi keahian mereka sendiri.
5.      Kekuasaan Acuan
Suatu kekuasaan yang diasarkan atas daya tarik seseorang, seorang pemimpin dikagumi oleh pra pengikutnya karena memiliki suatu ciri khas, bentuk kekuasaan ini secara populer dinamakan kharisma.
Definisi Leadership
            Leadership adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh yang dilakukan oleh pemimpin kepada pengikutnya atau anggotanya yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi.
Teori-Teori Kepemimpinan Partisipatif
a.     Teori X dan Teori Y
Teori X dan Y ini dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana para pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai.
-          Teori X : diasumsikan bahwa karyawan tidak suka bekerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa dan diarahkan untuk berprestasi. Contohnya adalah pekerja bangunan.
Keuntungan teori X adalah karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi. Kelemahan teori X adalah karyawan malas, tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin.
-          Teori Y diasumsikan bahwa karyawan menyukai kerja, bertanggung jawab, mampu membuat keputusan, mengarahkan diri sendiri dan mampu mengendalikan diri. Contohnya adalah manajer yang berorientasi pada kinerja.
Keuntungan teori Y adalah pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri, tanggung jawab, inisiatif tinggi, dan pekerja akan lebih memotivasi diri dari pekerjaan. Kelemahan teori Y adalah apresiasi diri akan terhambat karna pekerja tidak selalu menuntut kepada perusahaan.
b.    Teori sistem 4 dari Rensis Linkert
Asumsi dasarnya adalah, bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjaannya dengan baik, maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem, yaitu:
1.      Sistem pertama ( exploitive authoritative )
Pemimpin menentukan dan memerintahkan semua hal, standard, metode, dan hasil kerja ditentukan pimpinan dan kegagalan mencapai tujuanyang ditetapkan oleh pimpinan, diancam dengan hukuman.
2.      Sistem kedua ( benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati )
Pimpinan maish tetap sumber keputusan dan perintah, tetapi bawahan diperbolehkan memberikan komentar dan bawahan memperoleh sejumlah kebebasan untuk menyelesaikan tugas dalam batas-batas yang telah ditentukan.
3.      Sistem ketiga ( manajer konsultatif )
Pimpinan mengambil keputusan dan mengeluarkan perintah setelah didiskusikannya dengan bawahan dan pimpinan dapat memutuskan bagaimana melaksanakan tugas mereka.
4.      Sistem keempat ( partisipative group/kelompok partisipatif )
Tujuan dan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan tugas ditentukan secara bersama-sama dalam kelompok.
c.      Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum & Schmidt
Model Leadership Continuum
          Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
            Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.
Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
§  Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
§  Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
§  Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
§  Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
§  Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
§  Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
§  Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
Konsep Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
            Salah  satu  tugas  utama  dari  seorang  pemimpin  adalah  membuat  keputusan.  Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali  sangat  berdampak kepada para bawahan  mereka,  maka  jelas  bahwa  komponen  utama  dari  efektifitas  pemimpin  adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya.
            Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektifdalam jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan denganbaik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusandapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas. Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a.       AI (Autocratic)
Pemimpin  memecahkan  masalah  atau  membuat  keputusan  secara  unilateral,  menggunakan informasi yang ada.
b.      AII (Autocratic)
Pemimpin  memperoleh  informasi  yang  dibutuhkan  dari  bawahan  namun  setelah  membuat keputusan unilateral.
c.       CI  (Consultative)
Pemimpin membagi  permasalahan dengan bawahannya secara perorangan,  namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
d.      CII  (Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
e.       GII (Group Decision) Pemimpin  membagi  permasalahan  dengan  bawahannya  secara berkelompok  dalam  rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
            Dalam  memilih  alternatif-alternatif  pengambilan  keputusan  tersebut  para  pemimpin  perluterlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilankeputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan  yang  berkualitas  tersebut,  apakah  permasalahannya  telah  terstruktur  dengan  baik.
            Dalam  kaitannya  dengan  penerimaan  keputusan,  pemimpin  harus  bertanya,  apakah  sangatpenting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahanmenerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
a.       Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).
b.      Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasiatau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
c.       Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
d.      Unstructured  Problem Rule:  Jika  kualitas  keputusan  penting  untuk  anda  kekurangan  cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
e.       Acceptance  Rule:  Jika  persetujuan dari  bawahan adalah  krusial  untuk implementasi  efektif,eliminasi gaya autocratic.
f.       Conflict  Rule:  Jika persetujuan dari  bawahan adalah krusial  untuk implementasi  efektif,  danmereka memegang opini  konflik di  luar makna pencapaian beberapa sasaran,  eliminasi  gayaautocratic.
g.      Fairness  Rule:  Jika  kualitas  keputusan  tidak  penting,  namun  pencapaiannya  penting,  maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
h.      Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasildari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
            Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagaisituasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi.  Fokus utama harus padamasalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yangdigunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1)      Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah.
2)      Spesifikasi  kriteria  untuk  menilai  keefektifan  keputusan  yang  termasuk  dalam  keefektifankeputusan antara lain: kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3)      Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
4)      Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan.
Teori kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler
            Para pemimpin  mencoba  melakukan  pengaruhnya  kepada  anggota  kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi  yg spesifik. Karena situasi  dapat sangat bervariasi  sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak adasatu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Penerimaan kenyataan dasarini  melandasi  teori  tentang  efektifitas  pemimpin  yang  dikembangkan  oleh Fiedler,  yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.
            Asumsi dasar adalah bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang telah membuatnya berhasil,  penekanan pada efektifitas dari  suatu kelompok, efektivita sesuatu organisasi tegantung pada (is contingent upon), dua variable yang saling berinteraksi yaitu:
1)      sistem motivasi dari pemimpin,
2)      tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi.
            Model  kepemimpinan  kontingensi  Fiedler  (1964,  1967)  menjelaskan  bagaimana  situasi menengahi  hubungan antara efektivitas  kepemimpinan dengan ukuran  ciri  yang disebut  nilai LPC rekan kerja yang paling tidak disukai (Yukl, 2005:251). Fiedler menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi  lebih efektif  dalam situasi  kontrol  rendah dan moderat  dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat.
            Model  kepemimpinan  Fiedler  (1967)  disebut  sebagai  model  kontingensi  karena  model tersebut  beranggapan  bahwa  kontribusi  pemimpin  terhadap  efektifitas  kinerja  kelompok tergantung  pada  cara  atau gaya kepemimpinan  (leadership  style)  dan  kesesuaian  situasi  (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
            Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yangmempengaruhi kesesuaian situasi  dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifanpemimpin.  Ketiga  faktor  tersebut  adalah  hubungan  antara  pemimpin  dan  bawahan  (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). System kepemimpinan dibagi menjadi 3 dimensi:
1.      Hubungan pemimpin-pengikut
Pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan  yang  baik  dengan  anggota-anggotanya,  artinya  kalau  ia  disenangi,  dihormati  dandipercaya.
2.      Struktur tugas
Bahwa  penugasan  yang  terstruktur  baik,  jelas,  eksplisit,  terprogram,  akan  memungkinkan pemimpin  lebih  berpengaruh  dari  pada  kalau  penugasaan  itu  kabur,  tidak  jelas  dan  tidak terstruktur.
3.      Posisi kekuasaan
Pemimpin  akan  mempunyai  kekuasaan  dan  pengaruh  lebih  banyak  apabila  posisinya  atau kedudukannya memperkenankan ia  memberi  hukuman,  mengangkat  dan  memecat,  dari  padakalau ia memiliki kedudukan seperti itu.

Teori Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory
            Teori path-goal dalam Kepemimpinan Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakiniadalah teori pathgoal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
            Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah pathgoal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
            Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatanyang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuhkepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
            Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel.
            Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya.
            Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness).
            Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi
            Oleh karenanya, Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1.      Fungsi Pertama adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2.      Fungsi Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka. Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan.
            Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1)      Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2)      Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3)      Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4)      Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
A.    Karakteristik Bawahan Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagaisuatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan.
Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a.       Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang merekaperoleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive
b.  Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism) Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan  yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.

c.       Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
B.     Karakteristik Lingkungan Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a.       Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b.    Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja. Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1.  Struktur Tugas Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan  yang direktif.
2. Wewenang Formal Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan partisipasi bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi.
3.      Kelompok Kerja Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportif.


Sumber:
Kartini Kartono. (1998). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo

Persada Djamaludin  Ancok.  Hubungan  Kepemimpinan  Transformasional  dan  Transaksional  dengan Motivasi Bawahan di Militer. Journal of Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume 32. No. 2. Hal: 112-127.

No comments:

Post a Comment